Artauli Friska Oktaviana Sigalingging
keajaiban mimpi , keajaiban cita-cita dan keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasikan dengan angka berapa pun.... "5 CM "
Rabu, 28 Desember 2011
posting pertamaku
Perlu
disadari bahwa selain mengalirkan energi bersih yang berlimpah bagi
kehidupan di Bumi, Matahari juga memancarkan gangguan-gangguan ke ruang
antarplanet di sekitarnya dalam bentuk badai antariksa. Dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern saat ini, munculnya sumber gangguan di
Matahari tersebut sebagian dapat diperkirakan dengan teliti.
Untuk
memprediksi munculnya badai antariksa, pemantauan Matahari selama 24
jam perlu dilakukan, baik melalui observatorium Matahari di muka Bumi
maupun dengan satelit ilmiah dan pesawat angkasa tak berawak, seperti
satelit seri GOES, Yohkoh, dan SOHO (Solar and Heliospheric
Observatory). Kegiatan-kegiatan itu merupakan bagian dari kegiatan
program internasional yang disebut cuaca antariksa (space weather).
Bila di Bumi dikenal suatu fenomena yang disebut Lubang Ozon, di
Matahari sejak lama telah diketahui adanya fenomena yang disebut Lubang
Korona (coronal hole). Korona adalah lapisan Matahari paling luar. Dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa pemunculan
lubang korona di ekuator Matahari ada kaitannya dengan peristiwa
terjadinya badai antariksa.
Karena itulah, para peneliti fisika
Matahari dan para praktisi dalam bidang cuaca antariksa mengupayakan
fenomena pemunculan lubang korona dipantau secara terus-menerus. Salah
satunya adalah dengan menempatkan pesawat SOHO di titik stabil pada
garis hubung Matahari-Bumi sejauh 1,5 juta km dari Bumi.
Telah
diketahui bahwa Matahari senantiasa meniupkan “angin Matahari” ke ruang
antarplanet. Dalam keadaan normal, kecepatan angin Matahari berkisar
300-400 km/detik. Namun, pada 18 Februari 2003 pukul 08:00 UT (Universal
Time) lalu, kecepatan angin Matahari di sekitar Bumi mendadak melonjak
dari 640 km/detik hingga mendekati 1.000 km/detik dalam waktu singkat.
Ini merupakan pertanda telah terjadi badai antariksa. Apakah sumber
penyebab badai antariksa?
Tertarik untuk menguak misteri peristiwa itu, penulis mencoba melakukan analisa citra satelit SOHO yang diambil dalam beberapa hari sebelum kejadian badai antariksa. Ternyata, pada tanggal 13 Februari, suatu lubang korona di daerah ekuator sedang melintas di titik tengah Matahari.
Tertarik untuk menguak misteri peristiwa itu, penulis mencoba melakukan analisa citra satelit SOHO yang diambil dalam beberapa hari sebelum kejadian badai antariksa. Ternyata, pada tanggal 13 Februari, suatu lubang korona di daerah ekuator sedang melintas di titik tengah Matahari.
Karena Matahari berotasi
sebesar 14 derajat/hari, maka lubang korona itu mencapai “posisi
efektif” sekitar 2-3 hari kemudian. Posisi efektif diartikan sebagai
posisi yang mudah mengganggu lingkungan Bumi.
Pada posisi efektif ini, garis- garis medan magnet dari lubang korona menembus ruang antarplanet dan tepat terhubung dengan posisi Bumi. Garis-garis medan magnet berbentuk seperti spiral ini berperilaku bagaikan “jalan bebas hambatan”, sehingga materi dari lubang korona dapat dengan mudah mengalir ke arah Bumi.
Dari pengamatan diketahui bahwa lubang korona memancarkan materi ke ruang antarplanet dengan kerapatan rendah. Oleh medan magnet Matahari, materi ini terus-menerus diarahkan dan dipercepat sehingga kecepatannya pada posisi Bumi mencapai 1.000 km/detik. Suatu kecepatan yang luar biasa.
Pada posisi efektif ini, garis- garis medan magnet dari lubang korona menembus ruang antarplanet dan tepat terhubung dengan posisi Bumi. Garis-garis medan magnet berbentuk seperti spiral ini berperilaku bagaikan “jalan bebas hambatan”, sehingga materi dari lubang korona dapat dengan mudah mengalir ke arah Bumi.
Dari pengamatan diketahui bahwa lubang korona memancarkan materi ke ruang antarplanet dengan kerapatan rendah. Oleh medan magnet Matahari, materi ini terus-menerus diarahkan dan dipercepat sehingga kecepatannya pada posisi Bumi mencapai 1.000 km/detik. Suatu kecepatan yang luar biasa.
Telah diketahui bahwa jarak lurus
Matahari-Bumi kurang lebih 150 juta km. Dengan memperhatikan
kelengkungan lintasan materi dari lubang korona ke posisi Bumi dan
kecepatan angin Matahari berubah dari 640 km/detik menjadi 1.000
km/detik, maka dapat diperkirakan materi dipancarkan dari lubang korona
2-3 hari sebelum badai antariksa.
Dari analisa data SOHO dan GOES-14
diketahui bahwa beberapa hari sebelum peristiwa badai antariksa tidak
terjadi adanya ledakan dahsyat di Matahari. Hal ini perlu dikonfirmasi
ulang dengan data lain.
Penulis telah menghubungi Dr Maki Akioka
dari Hiraiso Solar Observatory, Communications Research Laboratory,
Jepang, untuk mengirimkan data Matahari beberapa hari sebelum badai
terjadi.
Dari data tersebut terbukti lagi bahwa memang tidak
terjadi suatu ledakan dahsyat di Matahari dalam kurun waktu yang
dimaksud. Jadi dapat disimpulkan bahwa lubang korona ekuator adalah
penyebab terjadinya badai antariksa pada 18 Februari, yang ditandai
dengan peningkatan kecepatan angin Matahari secara drastis sementara
kerapatan materinya menurun. Lubang korona di kutub-kutub Matahari tidak
mempengaruhi lingkungan Bumi.
Matahari berputar pada porosnya sekali dalam 27 hari. Sering kali bentuk korona secara global tidak banyak berubah dalam satu atau lebih rotasi Matahari. Dengan berpedoman pada perilaku ini, tidak sulit memprediksi pemunculan suatu lubang korona pada rotasi berikutnya.
Matahari berputar pada porosnya sekali dalam 27 hari. Sering kali bentuk korona secara global tidak banyak berubah dalam satu atau lebih rotasi Matahari. Dengan berpedoman pada perilaku ini, tidak sulit memprediksi pemunculan suatu lubang korona pada rotasi berikutnya.
Kini masyarakat dunia dapat mengakses
prediksi cuaca antariksa yang diterbitkan setiap hari melalui
situs-situs web yang dikelola oleh beberapa badan dunia seperti NOAA di
Amerika Serikat, CRL (Communications Research Laboratory) di Jepang,
serta institusi- institusi serupa yang berlokasi di Beijing (Cina),
Meudon (Perancis), dan Melbourne (Australia).
Dalam kaitannya dengan
cuaca antariksa, Observatorium Matahari Watukosek mempunyai komitmen
kuat untuk turut serta dalam kegiatan internasional tersebut. Kegiatan
yang telah berlangsung sejak tahun 1987 adalah pengamatan “bintik
Matahari” dan menentukan tingkat aktivitas Matahari yang hasilnya
ditampilkan pada situs web (http://sby.centrin.net.id/~bsetia/).
Menurut
kelompok penelitian Fisika Matahari Watukosek, Observatorium Matahari
Watukosek mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai
observatorium peringatan dini cuaca antariksa satu- satunya di ASEAN
dalam 10 tahun mendatang. Karena itu, kerja sama dengan swasta, seperti
operator satelit, para
surveyor geomagnet, dan pemerintah daerah, perlu
dirintis.
Dr Bachtiar Anwar Staf Peneliti LAPAN-Watukosek
Sumber: http://artikelastronomi.blogspot.com/2009/05/artikel-tentang-badai-matahari.html
Langganan:
Postingan (Atom)